Jemaah Calon Haji |
Pasaman Barat, smartsumbar.com - Menteri Agama RI, melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Hilman Latief, Selasa (14/2), kembali mengurai perhitungan biaya haji Indonesia tahun 2023 di ruang rapat Komisi VIII DPR, Jakarta, Usulan besaran BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) tahun 2023 menjadi Rp.49.812.700,26.
“Dari penyisiran tadi pagi (Selasa-red) rasionalisasi pembiayaan yang sudah disusun sebelumnya untuk BPIH sebesar Rp. 90.263.104, dengan komposisi saat ini atau tergambar dalam rumusan saat ini. Maka biaya perjalanan ibadah haji (Bipih)-nya adalah Rp 49.812.700,26", katanya, melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VIII DPR, Selasa sore.
BPIH, ulasnya, adalah biaya keseluruhan Bipih yang sumbernya dari yang dibayarkan jamaah, dengan nilai manfaat pengelolaan dana haji BPKH, dan APBN. Sementara, bipih adalah biaya perjalanan haji yang dibayarkan setiap jamaah. Prsentase angka Bipih ini, jelas 55,2 persen dari nilai total. Sementara jpenggunaan nilai manfaat Rp 40.450.404,77 atau 44,8 persen dari total BPIH.
Dari hasil paparan dan diskusi, usulan efisiensi BPIH tahun 2023 bersumber dari nilai manfaat turun senilai Rp 97.424.009.486. Awalnya, Kementerian Agama mengusulkan penggunaan nilai manfaat sebesar Rp 260.027.393.151, dan saat ini turun, menjadi 162.603.383.665.
Adapun total biaya tidak langsung (indirect cost) haji dari Rp 5.985.387.189.358 menjadi Rp 97.424.009.486. Dari hitungan tersebut terjadi potensi efisiensi sebesar 4,34 persen. Kalau dalam persentase, pengurangannya memang nol koma. Jadi komponen yang signifikan itu dolar dan maskapai,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Legislator PAN Yandri Susanto menyoroti perihal jamaah lunas tunda. Ia menyebut jamaah dalam kategori ini seharusnya tidak dihitung sama seperti jamaah lain yang belum melakukan pelunasan.
“Ini komposisinya bagaimana? Lunas tunda ini tidak terhitung di situ. Kalau lunas tunda sebanyak 80ribu sekian tidak bayar lagi, maka nilai manfaat ini sebenarnya lebih. Jika jamaah lunas tunda tidak lagi membayar biaya haji, maka hitungannya harus berbeda. Sementara, apa yang dipaparkan Kemenag dalam RDP ini asumsinya semua jamaah ikut membayar sesuai biaya yang ada", katanya.
Wakil Ketua MPR ini juga meminta Dirjen PHU untuk menyampaikan berapa jumlah pasti jamaah lunas tunda tahun 2020 hingga saat ini dan berapa yang berangkat tahun ini. Mereka yang tidak lagi membayar ini harus didetailkan berapa nilai manfaat yang dibebankan, karena akan ditulis dalam Keputusan Presiden (Keppres).
Terkait usulan BPIH yang baru ini, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai angka yang disampaikan merupakan gambaran umum tentang BPIH. Situasi saat ini berbeda atau di tengah transisi, maka formulasinya harus dibedakan.
“Kita sudah menyepakati, katakanlah formulasinya begini, antara Bipih dan nilai manfaat. Kedua, kalau kita sepakati nilai Bipih lebih besar dari nilai manfaat, saya pikir ini sesuatu yang cukup baik dalam konteks menjaga sustainabilitas dan keadilan nilai manfaat,” ucap Ace.
Ia menyebut dengan kondisi transisi ini, maka harus dilakukan kesepakatan bagi jamaah lunas tunda tidak perlu ada pembebanan lagi. Termasuk di dalamnya ongkos biaya haji jamaah 2021 dan 2022, yang bergantung dari seberapa besar nilai manfaat mereka.
“Selanjutnya, saya mengusulkan dengan formula yang ada, BPKH menyesuaikan terhadap keputusan politik pertama dan kedua. Yaitu, misalnya jamaah lunas tunda tidak ada pembebanan dan jamaah 2021 disesuaikan dengan virtual account dan pelunasan,” lanjutnya.
Ace menilai penggunaan nilai manfaat bagi jamaah tahun tersebut akan berbeda atau lebih besar dibanding 2022 dan 2023. Karena itu, hal ini harus diputuskan dalam rapat panitia kerja (panja) karena menjadi bagian dari kesepakatan BPIH keseluruhan.(*/gmz)