GUSMIZAR |
Oleh : Gusmizar
Mantan Sekretaris PWI di Kabupaten Pasaman Barat
SALAH satu permainan tradisional yang saat ini viral dan berkembang di tengah masyarakat, mulai dari perkotaan hingga ke pelosok negeri adalah lato-lato. Semenjak beberapa waktu terakhir, lato-lato lari manis dijual di berbagai kesempatan, apakah di pasar, tempat hiburan, dan sebagainya.
Jika ditelusuri lebih jauh, ternyata yang menikmati permainan lato-tato, bukan saja anak Balita (Dibawah Lima Tahun), anak usia pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama, pendidikan menengah atas, hingga ke kalangan orang dewasa, termasuk para orangtua.
Lato lato, yang saat ini viral sekaligus gencar dimainkan anak-anak, ternyata ada kaitannya dengan hantu. Hal ini dikarenakan lato-lato sebenarnya permainan anak-anak sejak zaman dulu sekitar tahun 1970 an.
Bentuk permainannya pun sama seperti lato lato yang sekarang viral dimainkan anak-anak. Bedanya lato lato dengan permainan zaman dulu, hanya adanya kaitan permainan di masa lalu dengan hantu. Artinya, anak-anak tidak akan puas bermain dengan rekan atau teman seusianya, tanpa terlibat dengan permainan lato-tato.
Bukan hanya sekali, dua atau lebih, bandul pada permainan lato-lato sesuai kemampuan, kelincahan serta kelihaian setiap orang tampil dengan memainkan lato-lato di jari tangannya, melalui kreasi yang ada pada diri masing-masing.
Permainan lato-lato, jelas membutuhkan kelihaian, keterampilan, kesabaran dan ketrampilan bagi setiap pemainnya. Jika seseorang, kurang bahkan tidak bisa bermain lato-lato, akan lebih baik jika dirinya melihat, memperhatikan atau menikmati permainan lato-tato yang dimainkan orang lain.
Lato-lato, Makan Korban Seorang anak, berusia Delapan tahun, berinisial Ari, warga Dusun Tapalan Simpang Empat, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, beberapa hari lalu jadi korban,, permainan tren generasi penerus bangsa itu.
Sementara itu, salah seorang anak, berinisial AN, warga Kalimantan Barat, harus menjalani operasi mata usai matanya terkena serpihan lato-lato yang pecah ketika dimainkan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ambil bagian dengan memberi aba-aba atau peringatan tentang bahaya bermain lato-lato. Selain itu, menghimbau setiap orangtua agar lebih banyak andil, seraya mendampingi sekaligus mengawasi anak-anak ketika bermain lato-lato.
Memang tren mainan lato-lato ini punya pro kontra tersendiri, di satu sisi, lato-lato dianggap membantu anak-anak beralih dari gadget atau handphone, namun di sisi lain, lato-lato yang berisik suaranya seringkali dianggap mengganggu kenyamanan, serta bolanya yang keras bukan tak mungkin bisa membahayakan fisik.
Sebagaimana yang terjadi pada AN, warga Kalimantan Barat itu, lato-lato yang ia mainkan pecah, serpihannya kemudian terkena dan membentur bola matanya, membuatnya matanya merah, hingga akhirnya dioperasi dengan tiga jahitan.
Salah seorang pendidik di Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat, Yusran Parsela, bermain lato-lato memang memiliki nilai tambah bagi anak-anak yang memainkannya. Selain, menguji bisa berekspresi dengan sabar, lincah, trampil dan percaya diri. Bermain lato-lato, juga membuat kekompakan antar sesama.
Kendati demikian, ulas Yusran Parsela, sebelum setiap anak mahir juga lincah memainkannya, tentu harus didampingi serta diawasi orangtua atau kakaknya. Lato-lato adalah sarana permainan dan bahannya juga tidak otomatis terjamin keamanannya, jika ada yang rusak atau retak dari lato-lato dimaksud, maka permainannya harus dihentikan.
Jika lato-lato yang dipakai retak dan tali pengikatnya dikhawatirkan bisa putus tentu bisa berbahaya atau membahayakan diri anak yang bersangkutan. Selain itu, dengan asik berlato-lato, secara otomatis waktu bermain Handphone (HP) pada setiap harinya, jadi berkurang. (*)